Kamis, 27 Desember 2007

S. Gabriel dari bunda duka cita

S. Gabriel dari Bunda Dukacita

St. Gabriel dari Bunda DukacitaSanto yang menarik ini dilahirkan di Asisi, Italia pada tahun 1838. Ia diberi nama Fransiskus pada saat dibaptis untuk menghormati St. Fransiskus dari Asisi. Ibunya meninggal dunia ketika Fransiskus baru berusia empat tahun. Ayahnya mendatangkan seorang pendidik untuk mengasuhnya dan saudara-saudaranya. Fransiskus tumbuh menjadi seorang pemuda yang amat tampan sekaligus menyenangkan. Seringkali ia menjadi orang yang paling menarik perhatian dalam suatu pesta. Fransiskus senang berpesta-pora, tetapi ia mempunyai sisi lain juga. Bahkan pada saat sedang bersenang-senang, ia kadang-kadang merasa bosan. Ia tidak dapat menjelaskan mengapa. Tampaknya, ia merasakan dalam hatinya adanya suatu dorongan kuat kepada Tuhan dan kepada kehidupan rohani yang lebih mendalam.

Dua kali Fransiskus sakit parah hingga hampir kehilangan nyawanya. Setiap kali ia berjanji kepada Bunda Maria bahwa jika Bunda Maria mau mengusahakan kesembuhannya, ia akan menjadi seorang yang religius. Sungguh, dua kali itu ia sembuh dari penyakitnya, tetapi Fransiskus tidak menepati janjinya.

Suatu hari, Fransiskus melihat lukisan Bunda Dukacita sedang diarak dalam suatu prosesi. Tampak olehnya, Bunda Maria menatap langsung kepadanya. Pada saat yang sama, ia mendengar suatu suara dalam hatinya yang mengatakan, “Fransiskus, dunia ini bukan lagi untukmu.” Dan begitulah. Fransiskus masuk biara Passionis. Usianya delapanbelas tahun. Nama yang dipilihnya adalah Gabriel dari Bunda Dukacita.

Cinta Grabriel yang terdalam ditujukan kepada Ekaristi Kudus dan Maria, Bunda Dukacita. Ia suka menghabiskan waktu dengan merenungkan sengsara Yesus dan betapa Yesus telah banyak menderita untukya. Grabriel juga melatih diri dalam dua keutamaan dengan cara yang istimewa, yaitu kerendahan hati dan ketaatan. Yang menjadi ciri khasnya adalah sukacita. Ia selalu bergembira dan menyebarkan kegembiraan itu kepada mereka yang ada di sekitarnya. Hanya setelah empat tahun tinggal dalam biara Passionis, Gabriel wafat pada tanggal 27 Februari 1862. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1920 oleh Paus Benediktus XV.

St. Gemma Galgani
Perawan dari Lucca dengan Stigmata di tubuhnya


MASA KECIL

Gemma Galgani dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1878 di Camigliano, sebuah desa dekat kota Lucca, Italia. Gemma adalah kata Italia yang berarti 'Mutiara'. Ayahnya seorang ahli kimia yang berhasil. Salah seorang leluhurnya adalah Beato Yohanes Leonardi. Ibu Gemma juga berasal dari keluarga bangsawan. Keluarga Galgani adalah keluarga Katolik yang saleh yang dikaruniai delapan putera-puteri.

Gemma adalah anak keempat, puteri pertama dalam keluarga. Ia seorang gadis kecil yang pandai, ramah, periang serta menyenangkan. Sejak masa kecilnya, Gemma amat suka sekali berdoa. Ia memiliki kebijaksanaan dan semangat doa yang tidak biasa dijumpai pada anak kecil seusianya. Hal itu dikarenakan ibunya yang saleh mengajarkan kepada Gemma kebenaran-kebenaran Iman Katolik. Signora (=Nyonya) Galgani secara istimewa menanamkan dalam jiwa puteri kecilnya itu, cinta kepada Kristus Tersalib.

Jika ibunya sibuk dengan pekerjaannya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, si kecil Gemma akan menarik-narik gaun ibunya dan merengek, “Mama, ayo ceritakan lagi tentang Yesus.”

Sayang sekali ibu Gemma meninggal saat Gemma baru berusia tujuh tahun. Pada hari Gemma menerima Sakramen Penguatan, ketika sedang berdoa dengan khusuk dalam Misa bagi kesembuhan ibunya yang sakit parah, Gemma dengan jelas mendengar suara dalam hatinya yang berkata,

“Apakah kamu mau memberikan mama-mu kepada-Ku?”

“Ya,” jawab Gemma, “tetapi bawalah aku serta juga.”

“Tidak,” jawab suara itu, “berikanlah mama-mu tanpa syarat kepada-Ku. Untuk sementara waktu, kamu harus menunggu bersama papamu. Aku akan membawamu ke Surga kelak.”

“Ya,” jawab Gemma segera.

“Ya”, kata-kata itu akan selalu diulangi Gemma di sepanjang hidupnya yang singkat sebagai jawab atas undangan Kristus untuk menderita bagi-Nya.

Setelah kematian ibunya, Gemma dikirim ayahnya untuk tinggal di asrama Katolik di Lucca yang dikelola oleh para Biarawati St. Zita.

Di kemudian hari, saat mengenang masa-masa di sekolah, Gemma berkata, “Saat aku mulai bersekolah di susteran, aku merasa seperti di Surga.”

Di sekolah, Gemma dikasihi oleh para guru dan teman-teman sekolahnya. Meskipun ia seorang yang pendiam dan lebih suka menyendiri, ia selalu tersenyum kepada siapa saja. Gemma menonjol dalam pelajaran Bahasa Perancis, aritmetika dan musik. Pada tahun 1893 Gemma memenangkan Medali Emas untuk pengetahuan agama. Salah seorang guru sekolahnya secara singkat dan tepat mengatakan, “Gemma adalah teladan bagi sekolah kami.”

Gemma sangat merindukan Komuni Kudusnya yang pertama. Seringkali ia memohon, “Berikanlah Yesus kepadaku…. Anda akan melihat betapa baiknya aku nanti. Aku sungguh akan berubah. Aku tidak akan berbuat dosa lagi. Berikanlah Yesus kepadaku. Aku sungguh sangat merindukan Dia, aku tidak akan dapat hidup tanpa-Nya.”

Akhirnya, pada usia sembilan tahun (lebih awal dari kebiasaan), Gemma diperkenankan untuk menerima Komuni Kudus-nya yang pertama. Seijin ayahnya, Gemma tinggal selama sepuluh hari lamanya di sebuah biara setempat guna mempersiapkan diri secara pantas untuk menyambut peristiwa agung ini.

Pada tanggal 20 Juni 1887, pada Pesta Hati Kudus Yesus, saat yang telah lama dinanti-nantikan Gemma itu pun tiba. Dengan kata-katanya sendiri ia menggambarkan pertemuan pertamanya yang mesra dengan Kristus dalam Sakramen Maha Kudus:

“Tidaklah mungkin menceritakan apa yang terjadi saat itu antara Yesus dan aku. Ia membuat Diri-Nya dapat kurasakan, oh demikian kuat, dalam jiwaku.”

Pada tahun 1897 ayah Gemma meninggal dunia. Karena terlalu murah hati dan kurang berhati-hati dalam menjalankan usahanya, ayah Gemma bangkrut. Ia tidak meninggalkan warisan apa pun bagi putera-puterinya, bahkan tidak juga sarana untuk menunjang hidup. Saat itu Gemma baru berusia sembilan belas tahun, tetapi mulai terbiasa memikul salib. Sejak ayahnya meninggal, Gemma berperan sebagai ibu bagi ketujuh saudara dan saudarinya.


SECARA AJAIB SEMBUH BERKAT BANTUAN DOA ST. GABRIEL

Gemma jatuh sakit. Ia menderita TBC tulang. Juga penyakit meningitis menyerangnya dan menyebabkannya untuk sementara waktu kehilangan pendengarannya. Bisul besar bernanah muncul di kepalanya, rambutnya rontok, dan akhirnya tangan serta kakinya menjadi lumpuh. Dokter dipanggil dan sekian banyak cara pengobatan dilalui tanpa membuahkan hasil, malahan semakin buruk keadaannya.

Gemma memohon bantuan doa Venerabilis Gabriel Possenti dari Bunda Dukacita (sekarang St. Gabriel). Di pembaringannya, Gemma membaca riwayat hidup St. Gabriel. Di kemudian hari, Gemma menulis tentang Venerabilis Gabriel:

“…Aku semakin kagum akan teladan serta sikap hidupnya. Devosiku kepadanya bertambah. Malam hari, aku tidak akan tidur sebelum meletakkan gambarnya di bawah bantalku, dan sesudah itu aku mulai melihatnya berada di dekatku. Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, tetapi aku merasakan kehadirannya. Setiap saat dan dalam setiap lakuku, Frater Gabriel ada dalam benakku.”

Gemma, sekarang usianya 20 tahun, tampaknya hanya tinggal menunggu saatnya saja. Tengah malam pada tanggal 23 Februari 1899, Gemma sayup-sayup mendengar seseorang mendaraskan rosario dan ia sadar bahwa Venerabilis Gabriel menampakkan diri kepadanya. Ia berkata kepada Gemma:

“Apakah kamu ingin sembuh? Berdoalah kepada Hati Kudus Yesus dengan penuh iman setiap sore. Aku akan datang kepadamu hingga Novena selesai, kita akan berdoa bersama kepada Hati-Nya yang Terkudus.”

Pada hari Jumat pertama bulan Maret, Novena selesai didaraskan. Permohonan mereka dikabulkan; Gemma sembuh sama sekali dari sakitnya! Ketika Gemma bangkit dari pembaringannya, mereka yang ada di sekelilingnya bersorak gembira. Ya, telah terjadi suatu mukjizat!


KARUNIA STIGMATA

Gemma yang sekarang sempurna kesehatannya, amat rindu untuk menjadi seorang Rubiah Pasionis, namun keinginannya itu tidak pernah terkabul. Tuhan mempunyai rencana lain baginya.

Pada tanggal 8 Juni 1899, setelah menerima Komuni Kudus, Kristus menyatakan kepada hambanya bahwa sore itu Ia akan menganugerahkan kepadanya suatu rahmat yang amat istimewa.

Gemma pulang ke rumah dan berdoa. Ia mengalami ekstasi (= kerasukan Roh Kudus) dan merasakan tobat yang mendalam atas dosa. Kemudian, St. Perawan Maria, kepada siapa St. Gemma berdevosi dengan setia dan tekun, menampakkan diri kepadanya dan berkata:

“Puteraku Yesus, mengasihimu secara luar biasa dan hendak memberimu suatu karunia. Aku akan menjadi Bunda-mu. Maukah kamu menjadi anak yang taat?”

Santa Perawan Maria kemudian membuka mantolnya dan menaungi Gemma dengan mantolnya itu.

Beginilah ceritera St. Gemma di kemudian hari saat mengenang bagaimana ia menerima stigmata:

“Pada saat itu Yesus menampakkan diri dengan semua luka-luka-Nya yang menganga, namun dari luka-luka itu tidak lagi memancar darah, melainkan nyala api. Dalam sekejap nyala-nyala api itu menyentuh kedua belah tanganku, kakiku dan lambungku. Aku merasa seperti mau mati rasanya, dan pastilah aku sudah roboh ke tanah jika saja bundaku tidak menopang aku, sementara semua itu terjadi aku tetap berada dalam naungan mantolnya. Aku berada dalam keadaan demikian selama beberapa jam. Pada akhirnya, Bunda Maria mengecup keningku, semuanya lenyap, dan aku mendapati diriku sendiri sedang berlutut. Tetapi aku masih merasakan sakit yang luar biasa di kedua tangan, kaki dan lambungku. Aku bangkit berdiri untuk tidur, dan barulah aku sadar bahwa darah mengalir dari bagian-bagian tubuhku yang terasa sakit itu. Aku menutupi luka-lukaku sedapat mungkin, dan kemudian dengan ditolong oleh Malaikatku, barulah aku dapat pergi tidur …”

Sejak saat itu, setiap Kamis petang, Gemma akan mengalami ekstasi dan tanda-tanda Kristus akan muncul. Stigmata tersebut terus ada padanya hingga Jumat siang atau Sabtu pagi, yaitu ketika darah berhenti mengalir, luka-luka menutup kembali, dan tanda-tanda putih muncul di tempat bekas luka. Stigmata Gemma terus-menerus muncul di sepanjang sisa hidupnya hingga tiga tahun menjelang wafatnya, karena Bapa Pembimbing Rohaninya melarang Gemma untuk menerimanya. Melalui doa, stigmata tidak muncul kembali, tetapi tanda-tanda putih tetap muncul di kulitnya hingga wafatnya.

Beberapa orang, termasuk para rohaniwan Gereja yang disegani, menjadi saksi atas mukjizat stigmata ini. Seorang saksi mata mengatakan:

“Darah mengalir dari luka-luka Gemma dengan begitu hebat. Jika ia berdiri, darah mengalir membanjiri lantai, dan jika ia tidur, darah tidak saja membasahi seprei, tetapi membasahi kasur seluruhnya. Saya mengukur aliran atau genangan darahnya, panjangnya kurang lebih dua puluh hingga dua puluh lima inci dan lebarnya kurang lebih dua inci.”

Sama seperti St. Fransiskus dari Asisi dan baru-baru ini St. Padre Pio, Gemma dapat berkata juga: Nemo mihi molestus sit. Ego enim stigmata Domini Jesu in corpore meo porto: Biarlah tiada seorangpun menyakiti aku, karena aku mengenakan tanda-tanda Tuhan Yesus di tubuhku.


KEHIDUPAN DOA MISTIKNYA

Sepanjang hidupnya, Gemma dikaruniai banyak pengalaman mistik dan rahmat istimewa. Karunia-karunia tersebut sering disalah mengerti oleh orang-orang di sekitarnya, sehingga Gemma sering menjadi bahan ejekan. Gemma dengan tabah menerima semuanya itu sebagai silih dosa, mengingat bahwa Tuhan Yesus sendiri juga telah disalah mengerti dan diejek.

Pada usia 21 tahun, Gemma diangkat anak oleh sebuah keluarga Italia yang murah mati, yaitu keluarga Giannini. Keluarga tersebut telah memiliki sebelas orang putera puteri, namun gembira menerima gadis yatim piatu yang saleh ini dalam rumah mereka. Nyonya rumah: Signora Cecilia Giannini, kelak mengenang Gemma sebagai berikut:

“Saya bersedia memberi kesaksian di bawah sumpah bahwa selama tiga tahun delapan bulan Gemma tinggal bersama kami, saya tidak pernah mendapatkan masalah, walaupun sepele sekali pun, dalam keluarga kami yang timbul karena dia, dan saya juga tidak pernah mendapati cacat celanya yang terkecil sekali pun. Saya ulangi, bahkan masalah sepele sekali pun atau cacat cela terkecil sekali pun.”

St. Gemma dengan rajin melakukan tugas-tugas rumah tangga dalam keluarga besar Giannini. Gemma juga meluangkan waktu untuk berdoa, yang adalah kegiatan yang paling disukainya. Melalui Penyelenggaraan Ilahi, Gemma mendapatkan seorang Bapa Pembimbing Rohani Pasionis yang kudus, Rm Germanus, CP (sekarang Venerabilis Germanus) yang ditaatinya sepenuh hati.

Rm Germanus, seorang teolog yang ahli dalam hal doa mistik, memperhatikan bahwa Gemma memiliki kehidupan doa yang amat mendalam karena persatuannya yang demikian erat dengan Tuhan. Rm Germanus yakin bahwa “Mutiara Kristus” ini telah melewati keseluruhan dari kesembilan tahap klasik kehidupan batin.

Gemma seringkali mengalami ekstasi. Segala perkataan yang diucapkannya selama esktasi direkam oleh Bapa Pembimbing Rohaninya dengan dibantu seorang sanak keluarga Giannini. Pada akhir ekstasi, Gemma akan kembali normal dan menjalankan kehidupannya dalam keluarga seperti biasa.

Gemma mengikuti Perayaan Misa dua kali sehari sementara ia menerima komuni satu kali saja dalam sehari. Dengan setia Gemma mendaraskan doa rosarionya, dan sore hari bersama Signora Giannini, ia mengikuti Ibadat Sore. Dalam melakukan semua kegiatan rohaninya, tidak pernah sekali pun Gemma melalaikan tugas dan kewajibannya setiap hari di rumah keluarga Giannini.


GEMMA & MALAIKAT PELINDUNGNYA

Malaikat Pelindungnya seringkali menampakkan diri kepada Gemma. Mereka berbicara seperti layaknya seseorang bercakap-cakap dengan sahabatnya. Kemurnian serta kekudusan Gemma tentu telah mengundang Malaikat Kudus dari Surga itu berada di sampingnya. Gemma dan malaikatnya dengan sayapnya terentang atau berlutut di sampingnya, mendaraskan doa-doa lisan atau Mazmur pujian. Ketika melakukan Meditasi Sengsara Yesus, malaikatnya membawa Gemma masuk dalam meditasi yang mendalam dengan pengertian-pengertian yang luhur dan agung tentang Misteri Sengsara Yesus. Suatu ketika Malaikat Pelindungnya berbicara kepada Gemma tentang Sengsara Kristus:

“Lihatlah betapaYesus telah menderita bagi manusia. Pikirkanlah satu demi satu Luka-Luka itu. Cinta-lah yang telah mencabik-cabiknya. Lihatlah betapa mengerikannya dosa, oleh karenanya untuk menebusnya, begitu banyak sengsara serta begitu besar cinta yang dibutuhkan.”

Gemma biasa meminta bantuan malaikat pelindungnya untuk menyampaikan surat atau menyampaikan pesan kepada Bapa Pembimbing Rohaninya di Roma.


WAFATNYA

Pada tahun 1902 Gemma yang kesehatannya prima sejak penyembuhannya yang ajaib, mempersembahkan dirinya kepada Tuhan sebagai kurban silih bagi keselamatan jiwa-jiwa. Yesus menerima persembahan dirinya.

Gemma kemudian sakit parah. Ia tidak dapat menelan makanan apa pun. Walaupun untuk sementara waktu kesehatannya mulai membaik berkat Penyelenggaraan Ilahi, Gemma segera jatuh sakit kembali. Pada tanggal 21 September 1902, Gemma mulai muntah darah disertai dengan denyut jantung yang berdebar amat kencang. Gemma dinyatakan mengidap TBC. Sementara itu Gemma juga mengalami kemartiran rohani karena kekeringan rohani dan tidak adanya penghiburan dalam kehidupan rohaninya. Menambah beban deritanya, si iblis melipatgandakan serangannya atas “Perawan dari Lucca” ini karena iblis tahu bahwa saatnya hampir tiba.

Iblis berusaha keras membujuk Gemma dengan mengatakan bahwa ia telah sama sekali ditinggalkan oleh Tuhan. Iblis memperlihatkan penampakan-penampakan yang mengerikan dan bahkan melakukan serangan-serangan fisik atas tubuh Gemma yang rapuh. Seorang saksi mata yang merawat Gemma mengatakan:

“Iblis yang menjijikkan itu akan menghabisi Gemma kita tersayang - angin ribut yang memekakkan telinga, wujud binatang-binatang yang ganas, dan sebagainya - Saya meninggalkan Gemma dengan bercucuran air mata, sebab si iblis sedang menghancurbinasakannya.”

Gemma tak henti-hentinya menyerukan Nama Kudus Yesus dan Maria, namun pertempuran masih saja tetap berlangsung. Tentang perjuangan akhir Gemma ini, Venerabilis Germanus, Bapa Pembimbing Rohaninya, mengatakan:

“Penderita yang malang itu melewatkan hari-hari, minggu-minggu dan bahkan bulan-bulannya dalam keadaan demikian, meninggalkan teladan bagi kita akan ketabahan yang luar biasa.”

Mengalami segala macam pencobaan itu Gemma tidak pernah mengeluh, ia hanya berdoa. Saat Gemma sudah tiba. Ia hampir-hampir tampak seperti kerangka hidup saja, namun masih kelihatan cantik meskipun tubuhnya habis dikoyak penyakitnya. Viaticum diterimakan kepadanya.

Dalam percakapannya yang terakhir, Gemma mengatakan:

“Aku tidak minta apa-apa lagi; Aku telah menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan; sekarang aku siap untuk mati.” Napasnya terengah-engah, “Sekarang sungguh benar bahwa tidak ada lagi yang tersisa padaku, Yesus. Aku menyerahkan jiwaku yang malang kepada-Mu…Yesus!”

Gemma kemudian tersenyum dengan senyuman surgawi, kepalanya terkulai ke samping, dan napasnyapun terhenti.

Romo Paroki yang menemaninya di saat-saat akhir hidupnya mengatakan, “Ia meninggal dengan senyuman yang tetap menghiasi bibirnya, sehingga saya tidak dapat percaya bahwa ia sungguh-sungguh sudah meninggal.”

Salah seorang dari para biarawati yang berada di sana saat kematiannya menyelimuti tubuh Gemma dengan jubah Pasionis, jubah yang amat dirindukan Gemma untuk dikenakannya sebagai seorang biarawati.

Gemma Galgani wafat pada Hari Sabtu Suci, tanggal 11 April 1903 dalam usia 25 tahun.

Pada tahun1917 Gereja mulai mempelajari keteladanan hidup Gemma. Pada tahun 1923 jenasah Gemma dipindahkan ke Biara Passionis di Lucca hingga sekarang. Pada tanggal 14 Mei 1933 Gemma dibeatifikasi oleh Paus Pius XI dan pada tanggal 2 Mei 1940, hanya tiga puluh tujuh tahun setelah kematiannya, ia dikanonisasi oleh Paus yang sama. Pesta St. Gemma Galgani dirayakan setiap tanggal 16 Mei.


CATATAN ST. GEMMA GALGANI

"Jika aku melihat pintu gerbang neraka terbuka dan aku berdiri di tepi jurang, aku tidak akan putus asa, aku tidak akan kehilangan harapan akan belas kasih, karena aku mengandalkan Engkau, ya Tuhan-ku"

"Wahai jiwaku, berkatilah Yesus. Janganlah engkau lupa akan demikian banyak rahmat yang telah Ia limpahkan kepadamu. Cintailah Tuhan-mu yang begitu mengasihimu. Angkatlah dirimu ke hadirat-Nya, yang telah merendahkan Diri-Nya bagimu; nyatakanlah dirimu seperti Ia menyatakan Diri-Nya kepadamu; jadikan bersih hatimu, jadikan kudus. Cintailah Yesus-mu, yang telah mengangkatmu dari begitu banyak penderitaan. Cintailah Tuhan-mu, berkatilah Tuhan-mu."



Sumber: 1. www.stgemma.com; berdasarkan buku “The Life of St. Gemma Galgani by Venerable Fr. Germanus, C.P.”; 2. Catholic Online; www.catholic.org; 3. berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”


riwayat hidup St.Paulus dari salib

Santo Paulus dari Salib


Pendiri Kongregasi Pasionis
Paulus dari Salib (Paolo Danei) lahir di Ovada (Italia) pada tanggal 3 Januari 1694 dari Lukas Danei dan Anna Maria Massari. Orang tuanya merupakan pasangan suami-isteri dengan cita-cita dan keutamaan-keutamaan yang sungguh serasi. Nama mereka harum di antara penduduk kampung. Anna Maria, sebagai seorang ibu yang sudah mendalam kerohaniannya, gemar menceritakan kisah sengsara dan wafat Yesus: Paulus sangat terkesan dan terharu sampai bercucuran air mata. Pada tahun 1718 seluruh keluarga Paulus pindah ke Castellazzo, sebuah kota kecil dekat Alessandria. Sekarang Castellazzo terkenal berkat Paulus dari Salib, karena di kota itulah ia meletakkan dasar Kongregasinya, memulai kerasulannya yang mengagumkan, melakukan doa dan tapa yang luar biasa dan mengalami pengangkatan rohani yang menjadikannya salah seorang mistik terbesar pada abad XVIII.



Pada bulan Juni 1720 Tuhan menunjukkan kehendakNya dengan jelas. Paulus sedang pulang dari gereja di mana ia baru menyambut komuni kudus. Sambil melupakan segala-galanya, ia mengalami kebahagiaan batin yang besar sekali. Ia sendiri menceriterakan: "Pada saat itu saya melihat diri saya secara batin berpakaian hitam sampai kaki dengan salib putih di dada dan di bawah salib tertulis nama tersuci 'Yesus' dengan huruf putih; pada saat itu juga saya mendengar perkataan-perkataan berikut: inilah lambang betapa harus murni dan suci hati orang yang akan membawa tertera nama tersuci Yesus".



Dalam perjalanan pada hari yang lain, Paulus berpikir untuk masuk suatu tarekat yang mengenakan pakaian seperti yang dilihat dalam penampakan tadi; saat itu Bunda Maria menyongsong dia dengan berpakaian hitam dan lambang di dada. Dengan cinta keibuan Ia berkata kepadanya: "Hai anakku, lihat bagaimana aku mengenakan pakaian kabung ini, karena kematian Puteraku yang tersayang. Beginilah kamu harus berpakaian, dan kamu akan mendirikan suatu tarekat yang anggota-anggotanya berpakaian seperti ini. Tarekat itu akan selalu berkabung atas Sengsara dan Wafat Puteraku yang tercinta".



Sesudah mohon diri dari keluarganya, dari Uskup Alessandria Paulus menerima jubah hitam Pasionis pada hari Jumat, tanggal 22 November 1720 yang dianggap sebagai Hari Jadi Kongregasi. Lalu Paulus menyendiri di sebuah bilik gereja San Carlo di Castellazzo selama 40 hari (23 November 1720 - 1 Januari 1721) di mana ia menulis Regula Kongregasi Pasionis: "setan tidak tinggal diam. Ia mulai menyerang agar saya tidak suka maupun tidak rela mengerjakan apa yang sudah diilhamkan dari atas; akan tetapi karena hal itu telah diperintahkan kepada saya, maka dengan rahmatNya saya memulai pekerjaan tersebut. Saya menulis begitu cepat seolah-olah ada orang yang mendiktekan, saya merasa kata-kata itu keluar dari hati". Selama 40 hari itu Paulus menghayati pelbagai pengalaman rohani yang mengarahkannya kepada Spiritualitas Sengsara Yesus, "Karya terbesar dan agung cinta kasih Allah", yang kemudian menjadi karisma dan warisan Kongregasi Pasionis sampai sekarang.



Sesudah pengalamannya selama 40 hari itu, Paulus diberikan ijin oleh Uskup mendiami pertapaan St. Stefanus, dekat Castellazzo. Yohanes Baptista, adik Paulus, menyertainya meniru teladannya dan menyaingi kesuciannya: sejak ini ia menjadi kawan Paulus yang tak terpisahkan dan ikut serta mendirikan Kongregasi Pasionis. Pada bulan Agustus 1721 Paulus berangkat ke kota Roma guna mendapatkan pengesahan Regulanya oleh Sri Paus sendiri. Namun para penjaga istana Quirinale, waktu itu tempat kediaman Sri Paus, mengusir Paulus karena dianggap salah satu orang aneh atau pengemis. Lalu Paulus masuk Basilika Santa Maria Maggiore dan, sesudah menyembah Sakramen Mahakudus, berlutut di hadapan gambar Bunda Maria Salus Populi Romani. Ia berdoa lama dan mengakhiri doanya dengan mengikrarkan kaul menyebarkan kebaktian akan Sengsara Yesus Kristus. Hari itu tanggal 24 September 1721.



Tahun 1725 adalah tahun suci. Paulus dan Yohanes Baptista mengunjungi basilika-basilika Roma untuk memperoleh indulgensi yubileum. Dengan bantuan seorang Kardinal, pada tanggal 21 Mei 1925 Paulus berhasil menghadap Paus Benediktus XIII yang sedang berkunjung di gereja Santa Maria della Navicella, di bukit Celio. Paulus berlutut dan mengemukakan ilhamnya tentang Tarekat Sengsara Yesus serta memohon ijin agar diperkenankan mengumpulkan rekan-rekan. Sri Paus menyetujui rencana itu dan memberi ijin secara lisan. Sambil bertugas di rumah sakit St. Gallicano (Roma) selama kurang lebih 2 tahun (1726-1728), pada tanggal 7 Juni 1727 Paulus dan Yohanes Baptista menerima sakramen imamat dari Sri Paus Benediktus XIII di basilika St. Petrus. Sesudah diijinkan dapat meninggalkan rumah sakit St. Gallicano, pada musim semi tahun 1728 Paulus dan adiknya menetap di Gunung Argentario di mana biara pertama Kongregasi Pasionis didirikan dan akan diresmikan pada tanggal 14 September 1737.



Regula dan Kongregasi Pasionis mendapat pengesahan secara tertulis untuk pertama kalinya oleh Paus Benediktus XIV dengan Rescriptum tertanggal 15 Mei 1741. Pada tanggal 11 Juni 1741 Paulus bersama lima orang rekannya memgikrarkan kaul: untuk pertama kalinya para biarawan Pasionis pada jubah hitam mengenakan lencana khasnya. Dan pada kesempatan inilah juga Paulus Danei menjadi Paulus dari Salib. Pada tahun 1747 dilangsungkan Kapitel Jenderal pertama dan Paulus dipilih sebagai Superior Jenderal. Akan dipilih kembali pada kelima Kapitel Jenderal berikutnya yaitu sampai dia meninggal dunia.



Pengesahan Kongregasi Pasionis selanjutnya diadakan dengan Breve oleh Paus Benediktus XIV tanggal 28 Maret 1746. Pada tanggal 16 November 1769 pengesahan resmi dengan Bulla Supremi Apostolatus oleh Clemens XIV: ini merupakan Bulla emas bagi Kongregasi Pasionis. Dan akhirnya pada tanggal 15 September 1775, satu bulan sebelum Paulus dari Salib meninggal dunia, Paus Pius VI menetapkan pengesahan para pendahulu dengan Bulla Praeclara Virtutum Exempla.



Walaupun selalu sibuk dengan urusan pendirian Kongregasi dan sejak 1747 menjabat selaku Superior Jenderal, Paulus dari Salib tidak pernah berhenti berkarya sebagai misionaris guna mewartakan Sabda Salib khususnya melalui misi populer dan retret. Pendiri suatu Kongregasi misionaris, dia paling unggul di antara misionaris sejamannya. Lapangan kerjanya Italia Tengah: misinya tak terbilang banyaknya. Dia mengadakan misi terus menerus sampai umur lanjut, tanpa kenal lelah. Bila terpaksa berbaring karena tua dan penyakit, Paulus pernah mengeluh: "Oh, seandainya usia saya berkurang tiga puluh tahun... saya hendak pergi ke seluruh dunia untuk mewartakan Yesus Tersalib kepada para pendosa". Dengan karya kerasulannya ini dia melakukan banyak kebaikan di pelbagai daerah Italia Tengah, sehingga diberi gelar "Pemburu jiwa".



Selain pewarta yang terkenal, Paulus dari Salib mencurahkan tenaganya juga dalam bimbingan rohani secara langsung maupun melalui surat. Dia menulis ribuan surat kepada orang yang termasuk semua lapisan umat Allah. Jika membaca surat-surat itu yang sekarang terkumpul dalam lima jilid, kita kagum akan nada yang selalu hangat dan cara yang bervariasi serta kehalusannya yang menyentuh hati. Dalam memberikan misi populer maupun retret Paulus dari Salib meluangkan banyak waktu untuk mendengar serta membimbing orang dan untuk menerimakan sakramen pengampunan. Lalu bimbingannya diteruskan melalui surat. Paulus menjunjung tinggi bimbingan rohani: seorang Bapak Pembimbing hendaknya terpelajar lagi kudus dan, untuk membantu menempuh tingkat tinggi kehidupan rohani, dia sendiri harus seorang yang sudah mengalaminya.



Paulus dari Salib mendirikan Kongregasi Pasionis supaya ada orang yang mati bagi dunia dan hidup hanya bagi Allah. Mereka sebagai nafiri akan pergi ke segala penjuru dunia untuk membangkitkan orang pendosa dengan mewartakan Sengsara Yesus Kristus, karya terbesar dan mengagumkan cinta kasih Allah. Paulus menghendaki agar banyak orang dijiwai oleh semangat yang sama dan ikut serta dalam karya penyelamatan dunia melalui Sabda Salib: dia mendirikan Biara pertama Rubiah Pasionis di kota Tarquinia pada tahun 1771 agar wanita juga melalui hidup kontemplatif menghayati Sengsara Kristus dan membantu Biarawan Pasionis dalam karya kerasulannya. Sementara para Biarawan Pasionis pergi untuk mewartakan Sabda Salib, para Rubiah Pasionis mendoakan mereka.



Tanggal 9 Desember 1773 Paus Klemens XIV menghadiahkan Biara Santi Giovanni e Paolo beserta Basilikanya di kota Roma kepada Kongregasi Pasionis. Atas kehendak Sri Paus, Paulus menetap di biara ini yang akan menjadi pusat seluruh Tarekat sampai sekarang. Disinilah tidak lama kemudian, tanggal 18 Oktober 1775, Paulus dari Salib meninggal dunia pada usia 81 tahun. Sebelumnya dia sudah menyerahkan wasiat rohaninya kepada para biarawan Pasionis: cinta kasih persaudaraan; hidup dalam doa, dalam kesunyian dan dalam kemiskinan; mencintai Gereja; kontemplasi Yesus Tersalib; mewartakan Sengsara Kristus kepada semua.



Tanggal 22 September 1784 Paus Pius VI memberi dia gelar Venerabilis. Tanggal 1 Mei 1853 Paulus dari Salib diresmikan Beato oleh Paus Pius IX. Tanggal 29 Juni 1867, pesta Rasul Petrus dan Paulus serta hari ulang tahun ke-1800 kemartiran mereka, Pendiri Kongregasi Pasionis diresmikan sebagai Santo Paulus dari Salib oleh Paus Pius IX.


--------------------------------------------------------------------------------